Mamduh, seseorang aristokrat keturunan pasha, jatuh cinta pada seseorang
gadis yang mempesonanya lahir batin. Gadis yang penuh kesederhanaan,
kesahajaan, serta mulia akhlaknya, setia, lembut, rupawan serta
kecerdasannya sangat menakjubkan. Kepadanya beliau menambatkan hati dan
konfiden telah menemukan pasangan hidup yang tepat buat sama-sama
menempatkan cinta mereka di ikatan suci yg diridhai allah, yaitu jalinan
pernikahan.
Tetapi sosok si gadis ditolak mentah-mentah sang ayah mamduh hanya sebab
orangtua si gadis seseorang tukang cukur. Mamduh dianggap telah memilih
pasangan yg keliru berasal strata sosial yg jauh tak selaras memakai
keluarganya.
Penolakan oleh ayah, tentu saja melukai hati mamduh. Namun beliau
permanen menghormati orangtuanya dan tentu saja tetap yakin memakai
cintanya pada oleh gadis. Sampai akhirnya mereka memutuskan menikah
–walau tanpa restu– dan hidup serba kekurangan menjadi calon dokter di
daerah kumuh. Kenikmatan hayati menjadi orang kaya, ditinggalkannya.
Dia yakin jalan yang ditempuhnya diridhai allah. Kendati demi itu, dia
selalu dirongrong oleh kedhaliman sang ayah yang permanen menyetuji
pernikahannya itu.
“…adakah di global ini kebahagiaan melebihi pertemuan dua orang yang
diikat kuatnya cinta? Biologi suka merupakan biologi menggunakan
gairah cinta. Dan kenapakah orang-orang pada dunia merindukan surga di
akhirat? Sebab pada surga allah menjanjikan cinta. Ah, aku jadi
teringat perkataan ibnu qayyim, bahwa nikmatnya persetubuhan cinta yg
dirasa sepasang suami-isteri pada global ialah untuk memberikan
ilustrasi setetes nikmat yang disediakan sang allah di surga …
Bila percintaan suami-isteri itu nikmat, maka nirwana jauh lebih nikmat
dari seluruh itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan. Yg
paling nikmat ialah cinta yg diberikan sang allah pada penghuni nirwana ,
ketika allah memberikan paras-nya. Serta tidak semua penghuni nirwana
berhak menikmati indahnya paras allah swt. Buat nikmat cinta itu, allah
menurunkan petunjuknya yaitu al-qur’an dan sunnah rasul. Yang
konsisten mengikuti petunjuk Allah lah yg berhak memperoleh segala cinta
di nirwana.Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan
lurus mendekatkan diri di-nya…” (hal.46)
0 Response to "Novel diatas sajadah cinta "
Posting Komentar